Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Februari, 2018
Ketika Menulis Butuh Proses Pernah suatu ketika saya belajar menulis dan saya bagi di jejaring media sosial. Awalnya saya mengira tulisan saya bagus tapi setelah saya bagi di media sosial ternyata banyak respon yang membuat saya sedikit kembali “menginjak bumi”. Banyak yang mengatakan tulisan saya penuh dengan pengulangan yakni apa yang sudah saya tulis di awal tulisan kembali saya tulis. Lalu ada yang memberi komentar bahwa pengaturan paragraf terlalu panjang sehingga habis nafas kalau dibaca.  Kurang teori dan kurang referensi menjadi masukan yang sering saya terima dalam menulis. Memang dalam menulis, kita boleh menuangkan ide sebebas kita namun kita juga harus tetap memperhatikan konten tulisan dan siapa yang baca tulisan kita. Paling penting kita tidak boleh merasa cepat puas diri. Merasa cepat puas diri bahwa tulisan kita sudah sempurna justru akan membuat kita jadi tidak berkembang dalam menulis.  Alangkah bijak kita berdiskusi dengan teman yang sudah lebih dulu
Memulai, Bukan Soal Bisa Atau Tidak Namun Soal Konsisten Pernah suatu ketika waktu itu saya ngobrol dengan teman saya tentang rencana setelah kuliah. Banyak yang kita bicarakan tentang rencana kerja, membuka usaha, dan lanjut studi pasca sarjana. Soal mencari kerja tentu banyak yang kita bahas terutama soal disiplin keilmuan yang dipelajari selama empat tahun dengan kebutuhan di dunia kerja. Kalau kata orang Jawa kehidupan setelah menjadi sarjana itu njelimet, kadang kita mencari kerja asal kerja aja enggak sesuai dengan latar belakang keilmuan waktu kuliah. Contoh saya sendiri berbekal ilmu Administrasi Pendidikan saya mencoba bekerja di penerbitan buku, tentor les privat, penulis lepas, sampai yang terakhir jurnalis. Semuanya berawal dari hobi yang saya coba menjadi bekal melamar pekerjaan. Apakah saya berhasil? Saya rasa belum merasakan rasa puas dari setiap pekerjaan yang saya lakukan. Faktor beradptasi dari dunia mahasiswa ke dunia kerja ternyata membutuhkan waktu ya
Aku Sedang Berada Di Antara Mesin-Mesin Aku sedang berada dalam belantara besi Roda sebagai Berpacu dalam setir kendali Dan berlari menghindar dari emosi Terjebak sudah diriku dalam ruang bising Aku enggan untuk ikut bising Telingaku semula berontak kini patuh pada suara nuing-nguing Aku berkarya dalam pusing 2018 Aku Aku merasa lebih gagah dari seorang Soekarno Aku merasa lebih kuat dari Bima Aku merasa tangguh seperti Gandhi Aku, Laki-laki yang mampu menaklukan diriku sendiri 2018 Menghisap Rokok Kuhisap aroma tembakau dan cengkeh dari tangan petani Kunikmati asap tembakau terbakar dengan filter dari tangan buruh Kubeli rokok dari pedagang kecil toko kelontong di lapak semi permanen Kubantu pengusaha rokok yang punya modal besar dari aku merokok Sebegitu nikmat hidup hari ini 2018
Surat Untuk Pria Yang (Tak) Sekufu Sudah banyak waktu yang berlalu Antara kau dan aku Kita pernah saling cemburu Pernah saling menikmati sendu Kita juga saling menyapa saat jauh Lewat sebuah rindu Hingga kisah menjadi belenggu Tapi, ketika cinta tak lagi teduh Kau memilih dengan pria itu Pria yang kau anggap sekufu denganmu Aku menerima keputusan mu Biarkan pria yang tak sekufu denganmu Tetap mengingatmu dari jauh Semoga engkau bahagia dengan pilihanmu 2018 Kupersembahkan Senja Padamu Duduk di Taman Slamet sambil kita nikmati kopi Kita, mungkin itu panggilan akrab di masa lalu Saat kita tak seperti mengenal satu sama lain seperti ini Kita nikmati berdua sore itu Hingga kau bertanya padaku Kenapa langit berwarna jingga seperti ini Aku bilang padamu ini senja sayangku Seakan tak terasa kita nikmati waktu berdua di kota ini Hingga waktu terasa cepat berlalu saat aku bersama mu Sekarang itu hanya cerita di memori T