Ketika
Menulis Butuh Proses
Pernah suatu ketika saya belajar menulis dan saya bagi
di jejaring media sosial. Awalnya saya mengira tulisan saya bagus tapi setelah
saya bagi di media sosial ternyata banyak respon yang membuat saya sedikit
kembali “menginjak bumi”. Banyak yang mengatakan tulisan saya penuh dengan
pengulangan yakni apa yang sudah saya tulis di awal tulisan kembali saya tulis.
Lalu ada yang memberi komentar bahwa pengaturan
paragraf terlalu panjang sehingga habis nafas kalau dibaca.
Kurang teori dan
kurang referensi menjadi masukan yang sering saya terima dalam menulis. Memang
dalam menulis, kita boleh menuangkan ide sebebas kita namun kita juga harus
tetap memperhatikan konten tulisan dan siapa yang baca tulisan kita. Paling
penting kita tidak boleh merasa cepat puas diri.
Merasa cepat puas diri bahwa tulisan kita sudah
sempurna justru akan membuat kita jadi tidak berkembang dalam menulis.
Alangkah
bijak kita berdiskusi dengan teman yang sudah lebih dulu berkecimpung di dunia
kepenulisan. Tentunya ia akan lebih punya pengalaman tentang dunia
tulis-menulis. Kita bisa banyak belajar dari dia, dari cara dia menulis sampai
bagaimana ia bisa merubah tulisannya menjadi sebuah karya yang dipublikasikan
dan dibaca banyak orang.
Walau tulisan kita sudah dibaca banyak orang lalu
banyak orang yang suka. Kemudian tulisan kita dimuat di media massa bukan
berarti tulisan kita sudah sempurna. Seperti yang ditulis diawal tadi jangan
cepat merasa puas dalam menulis itu justru akan membuat kit tidak produktif lagi
dalam menulis. Merasa kita sudah lihai dalam menulis dan itu justru jadi
boomerang buat kita.
Jika tulisan kita dimuat di media massa kita perlu
baca ulang lagi tulisan kita tersebut karena pasti ada sistem edit yang
dilakukan oleh editor media massa sebelum tulisan kita diterbitkan. Inilah
justru ilmu yang kita peroleh, boleh kok kita merasa bangga dan senang saat
kita tau tulisan kita dimuat di media massa. Tapi kita juga harus ingat bahwa
tulisan kita bisa jadi banyak mengalami perubahan sebelum dimuat di media
massa.
Perlu kebiasaan membaca, selain menambah pengetahuan
juga melihat sejauh mana perkembangan kita dalam menulis. Sering membaca
tulisan orang lain, dari membaca tulisan penulis lain kita akan mengenal
berbagai gaya tulisan yang sesuai dengan latar belakang penulis. Dari membaca
karya mereka kita bisa menemukan inspirasi unuk memperbaiki tulisan kita agar
semakin berkembang lagi.
Sabar dan terus belajar adalah langkah bijak dalam
menulis.
Menulis bukan hanya soal apa yang ada di kepala tapi menulis adalah
sinergi antara kepala, hati, dan tindakan. Menulis butuh proses yang panjang
dengan segala keterbatasan kita sebagai manusia biasa. Terus membaca buku,
koran, dan tulisan dari penulis lain agar kita tetap memiliki rasa “lapar” dalam
menulis. Jika itu diterapkan pelan-pelan kita bisa menjadi penulis yang
terkenal dan produktif dalam karya-karya kepenulisan.
Diatas Langit Masih Ada Langit,
Komentar
Posting Komentar