Sepak bola merupakan cabang olahraga yang begitu global. Perkembangan sepak bola saat ini telah menjadi sebuah industri. Dibalik esensi sepak bola itu sendiri ternyata banyak faktor yang mempengaruhi olahraga sebelas lawan sebelas tersebut dapat diterima di masyarakat bahkan menjadi sebuah identitas kedaerahaan. Kita akan membicarakan konteks sepak bola dalam tataran kultur masyarakat yang ada di Indonesia.
Masyarakat Indonesia dikenal dengan animo sepak bola yang luar biasa bahkan mungkin lebih ‘Gibol’ gila bola ketimbang negara Brazil, negara peraih lima kali trofi Piala Dunia. Membicarakan sepak bola tanah air tentu tak lepas dari sejarah berkembangnya sepak bola di Indonesia. Di era kolonial Belanda, sepak bola merupakan simbol perlawanan pribumi terhadap pemerintahan kolonial. Sampai berdirinya Persatuan Sepak Bola Indonesia (PSSI) pada 1930. Semangat itulah yang kemudian berkembang menjadi semangat untuk menunjukkan eksistensi kedaerahan yang dapat kita lihat pada klub-klub yang ada di Indonesia macam Persija Jakarta, Persib Bandung, Persebaya Surabaya, PSMS Medan, PSM Makassar, dan Arema Malang.
Sejarah mencatat bahwa kompetisi sepak bola di tanah air pernah menjadi dua yakni perserikatan yang merupakan kompetisi bagi klub-klub ‘plat merah’ yang disokong oleh pemerintah daerah dan kompetisi galatama yang disokong oleh pihak swasta hingga melebur menjadi satu pada tahun 1997 menjadi Liga Indonesia. Semangat kedaerahan yang akhirnya membentuk rasa fanatisme inilah yang menjadikan sepak bola bukan sekedar hiburan namun juga kebanggaan bagi fans atau suporter di tanah air.
Fanatisme tersebutlah yang akhirnya melahirkan kelompok-kelompok suporter dengan basis besar seperti The Jackmania, Bobotoh, Bonek, dan Aremania yang merupakan empat kelompok suporter terbesar di tanah air. Jika ditarik ke belakang lahirnya kelompok tersebut tidak dapat dilepaskan dari identitas dimana klub tersebut lahir di suatu daerah. Tengok saja The Jackmania pendukung Persija merupakan simbol dari masyarakat Betawi yang menunjukkan kreatifitas dan semangat orang-orang Jakarta.
Bobotoh pendukung Persib Bandung, bobotoh bukan lagi representasi Kota Bandung dimana Persib bermukim disana namun juga simbol masyarakat Sunda atau Jawa Barat sehingga tak heran jika Persib berlaga beribu-ribu Bobotoh dari penjuru Jawa Barat hadir memenuhi tribun stadion. Kemudian Bonek dan Aremania, kedua suporter ini merupakan kelompok suporter yang lahir dari budaya yang sama yakni budaya ‘arek’ yang lugas, keras, dan apa adanya.
Bonek mewakili semangat Arek Suroboyo yang wani dan ngeyel sementara Aremania adalah simbol Arek Malang yang keras, lugas serta memiliki kreatifitas yang tinggi. Namun kelompok suporter yang secara letak geografis cukup dekat ternyata memiliki rivalitas yang cukup kental baik itu Jackmania dengan Bobotoh atau Bonek dengan Aremania entah karena semangat fanatisme yang berlebihan atau ada hal lain yang menjadi penyebab.
Rivalitas yang menurut Lisa (1992) dalam bukunya yang berjudul Adoring Audience: Fan Culture and Popular Media tak lepas dari peran media dalam pemberitaan kedua kelompok suporter yang terkadang justru menimbulkan keberpihakan pemberitaan pada kelompok suporter tertentu yang justru semakin menambah aroma rivalitas kedua kelompok yang berseteru.
Menelisik semangat fanatisme tersebut saya jadi ingat kata-kata teman sewaktu kuliah di Malang dulu. “Arema iku keras kadit ngalem, iki Malang” kata-kata yang seolah itu sudah menunjukkan bagaimana kultur suatu daerah dikemas dalam balutan fanatisme akan sepak bola. Dari sisi positif hal tersebut memang wajar dan menambah animo pertandingan sepak bola karena sepak bola tanpa ‘bumbu’ rivalitas juga terasa hambar dinikmati.
Bayangkan saja dalam laga antara Persija vs Persiba tau Arema vs Persebaya kita akan dihibur oleh laga yang begitu menarik dengan permainan yang sama-sama ngeyel untuk menang. Namun rivalitas dalam wujud fanatisme kedaerahan tersebut dalam tataran yang positif, sayangnya belum tercapai sampai saat ini.
Jelang laga justru kecemasan dan ketakutan yang terjadi adanya sweeping oknum suporter lawan hingga ancaman kerusuhan yang tak jarang menelan korban jiwa menjadi potret semangat fanatisme sepak bola di tanah air ditengah kondisi sepak bola Indonesia yang karut marut dan ‘kering’ prestasi di level internasional.
Semangat fanatisme mendukung sepak bola hendaknya ditunjukkan dengan hal positif, rivalitas tanpa ada pertumbahan darah. Fanatisme yang akan membentuk sebuah identitas suatu individu atau kelompok yang menurut Syahputra (2016) tidak akan dilepaskan dari sepak bola sebagai bagian dari gaya hidup individu maupun masyarakat. Akan sangat menarik jika dalam satu stadion aka nada dua kelompok suporter yang saling adu kreatifitas baik koreografi, chant, dan atribut-atribut masing-masing klub.
Sehingga kemasan industri sepak bola dapat dinikmati semua orang tanpa takut akan ancaman kerusuhan. Tak ada lagi klub yang away ke kandang rival dengan naik baracuda Polisi dengan pengawalan ketat. Semoga saja itu lekas terwujud, menikmati sepak bola dan fanatisme nya dengan sewajarnya.
Promo www.Fanspoker.com :
BalasHapus- Bonus Freechips 5.000 - 10.000 setiap hari (1 hari dibagikan 1 kali) hanya dengan minimal deposit 50.000 dan minimal deposit 100.000 ke atas
- Bonus Cashback 0.5% Setiap Senin
- Bonus Referal 20% Seumur Hidup
|| WA : +855964283802 || LINE : +855964283802 ||