Langsung ke konten utama

Catatan Kecil Dari Blora

Entah, Tuhan sudah mengatur segalanya tanpa sengaja. Tanggal 29 Desember 2018, saya menjelajah daerah yang belum pernah saya kunjungi sebelumnya. Blora, semula hanya sebatas tau bahwa Blora adalah salah satu kabupaten yang termasuk wilayah Jawa Tengah.

Ternyata Blora dalah tempat dimana salah satu sastrawan besar Indonesia lahir dan menutup usia disana, Pramoedya Ananta Toer. Siapa yang tak mengenal nama pria yang akrab disapa Pram itu, penulis novel legendaris Bumi Manusia yang sebentar lagi akan dirilis versi film layar lebar arahan sutradara Hanung Bramantyo dan beberapa karya besar lainnya.

Bermula dari perbincangan di teras rumah teman saya bernama Bambang Suprapto bersama salah satu senior di kampus, Mas Rian. Kami bertiga ngobrol tentang liburan yang gitu-gitu aja. Akhirnya muncul ide liar untuk berpetualang sekalian belajar makna tentang hidup dari orang-orang yang akan kami temui di perjalanan nanti. Tujuan iseng dari obrolan kami menemukan tujuan bernama Perpustakaan Pataba di Kabupaten Blora.

Bermodal keberanian dan uang saku secukupnya, bertiga berangkat menuju Blora di keesokkan harinya. Malam itu saya pamit pada ibu, diluar dugaan ibu saya langsung memberi izin, hal ini diluar diluar kebiasaan sebelumnya dimana acapkali sulit bagi saya untuk bepergian jauh tanpa tujuan yang jelas ketika sedang berada di rumah. Seolah Tuhan sudah membuat scenario bagi kami bertiga untuk menempuh perjalanan menuju Blora.

Sabtu pagi di 29 Desember 2019 dari Terminal Bus Anjuk Ladang, Kabupaten Nganjuk. Saya, Mas Rian, dan Bambang Suprapto berangkat menuju Bojonegoro, daerah destinasi pertama kami sebelum melanjutkan perjalanan ke Cepu lalu ke Blora. Menggunakan jasa bus dengan rute Nganjuk-Bojonegoro, butuh waktu kurang lebih tiga jam untuk tiba di Bojonegoro.

Dalam perjalanan itu banyak hal yang kami temui, mulai ramainya jalan tol Trans Jawa Nganjuk-Wilangan, berlanjut dengan jalan yang bergelombang, bus tanpa AC , dan guncangan yang begitu hebat selama di dalam bus hingga rasa lapar yang begitu hebat selama tiga jam di jalan. Maklum kebiasaan sarapan pagi adalah  hal yang langka saat menjadi mahasiswa dulu. Kemudian dalam perjalanan kami melihat pemandangan pohon jati yang rindang sepanjang jalan, berubah menjadi pemandangan barisan dump truk yang membawa muatan material untuk menimbun sebagian area hutan pohon jati tersebut untuk proyek pembangunan bendungan.

Sangat disayangkan hutan jati yang masih produktif itu harus diganti dengan pembangunan bendungan.
Kami tiba di Bojonegoro jam sebelas siang, karena awam soal perjalanan ke Blora. Kami bertanya pada beberapa orang yang kami rasa dapat memberikan informasi kepada kami tentang perjalanan menuju Blora.

Dari informasi yang kami terima, akhirnya kami melanjutkan perjalanan menuju Cepu dengan bus di jalur dua Terminal Bus Rajekwesi Bojonegoro. Awalnya kami pikir akan ada bus yang langsung mengantar kami ke Blora, ternyata kami harus singgah dulu di Cepu sebelum nanti naik bus lagi menuju Blora.

Menempuh perjalanan kurang lebih satu jam, kami harus rela berdiri sepanjang perjalanan karena bus penuh sesak waktu itu. Seperti obrolan Mas Rian yang bilang bahwa transportasi umum di Indonesia yang tidak disukai adalah bus umum karena sangat tidak aman, karena selalu overload dari kapasitas penumpang yang bisa diangkut.
Seperti biasanya kernek bus dengan suara lantang dengan pawakan yang humoris, teriak “Cepu,Cepu,Cepu..kosong,kosong…longgar,longgar..”, nyatanya di bus sudah penuh sesak dan aroma bau keringat para penumpang yang begitu menyengat karena kondisi di dalam bus yang begitu panas dan gerah.. Tak apalah untuk menuju kebahagiaan butuh usaha dan pengorbanan barangkali ini adalah takdir bagi kami bertiga untuk belajar dari sebuah perjalanan.

Jam setengah satu siang, akhirnya kami bertiga sampai di terminal Cepu. Terminal yang kami rasa sangat sepi sekali. Karena perut sudah tidak dapat diajak berkompromi kami sejenak singgah di warung mie ayam di utara terminal. Perut sudah terisi, kami siap berpetualang lagi menuju Blora. Berbekal informasi dari bapak penjual mie ayam, kami harus melanjutkan perjalanan dengan bus mini atau biasa kami sebut dengan Elf menuju Blora.

Tujuan kami adalah Jalan Sumbawa No 40 Kelurahan Jetis Kecamatan Blora Kabupaten Blora. Sama seperti cerita di bus menuju Cepu tadi. Berdesak-desakan dan udara pengap kembali kami rasakan selama perjalanan dari Cepu menuju Blora. Elf yang sesak oleh penumpang masih saja dibilang kosong-kosong oleh pak kernet, sebenarnya penumpang yang didalam ini dianggap apa kok dibilang kosong mungkin hanya pak kernet dan supir bus saja yang tau. Kurang lebih perjalanan Cepu ke Blora sekitar satu jam, tubuh yang lelah membuat kami harus tidur karena nanti kami harus langsung kembali lagi pulang  ke Nganjuk.

Pemandangan hutan pohon jati menjadi pemandangan selama perjalanan. Kurang lebih satu jam kami menempuh perjalanan dari Cepu menuju Blora, kami meminta bantuan ke pak kernet untuk mengantar kami ke Jetis, Blora. Maklum ini perjalanan perdana bagi kami bertiga menuju Blora, mengunjungi salah satu sastrawan besar yang terlupakan oleh sejarah karena dianggap berbahaya oleh penguasa.

Akhirnya kami tiba juga di Jetis,Blora. Perjalanan kami lanjutkan dengan jalan kaki kurang lebih dua ratus meter dari tempat kami turun dari bus, karena bus tidak melewati rumah bersejarah keluarga Toer tersebut. Sampai lah kami di depan gerbang rumah bernuansa klasik tersebut. Kami semakin yakin bahwa itu rumah masa kecil Pram, setelah terpampang plang Perpustakaan Pataba kepanjangan dari Pramoedya Ananta Toer Anak Semua Bangsa (Pataba). Kami kulonuwun pada bapak-bapak yang sedang  duduk-duduk  di pos kampung tepat di depan rumah tersebut sambil meyakinkan diri bahwa itu benar rumah yang hendak kami kunjungi.

Ternyata benar, tepat ketika kami membuka pagar rumah tersebut. Pak Soesilo Toer keluar rumah, sungguh demikianlah cara Tuhan menggoreskan takdirnya tak pernah terpikirkan bagi saya bisa bertatap langsung dengan sastrawan seperti  Soesilo Toer. Kami bertiga disambut dengan begitu hangat oleh Pak Soes panggilan akrab beliau. Kami dijamu layaknya saudara sendiri, kemudian beliau duduk dan menanyakan kami darimana dan apa maksud kedatangan kami. Mas Rian menjadi juru bicara dengan komunikasinya yang lihai, sedang Bambang memandangi beliau dengan berpikir mungkin akan membuat sketsa wajah beliau, saya masih clingak-clinguk melihat tumpukan karya beliau bersama saudara-saudaranya yang juga penulis.

Buku-buku  karya keluarga Toer diterbitkan sendiri melalui usaha percetakan buku yang diberi nama Pataba Press. Pak Soes mengawali perbincangan tentang sejarah dirinya berkuliah di Rusia dulu kemudian berlanjut pada kisah Pram selama hidup dan kisah Pak Koesalah yang mendapat penghargaan Pushkin Award dari Presiden Rusia, Vladimir Putin karena mampu menerjemahkan Bahasa Rusia dengan sangat baik mengalahkan orang Rusia sendiri.

Pak Soes juga membagi pengalaman tentang bagaimana dirinya dan Pram menemukan inspirasi menulis. Pram menemukan inspirasi menulis ketika dirinya diejek bodoh oleh ayahnya sendiri hingga pada akhirnya dia menemukan inspirasi menulis dari minum kopi dan merokok atas saran dari tetangganya yang bilang bahwa orang bodoh itu kerjanya melamun dan minum kopi terus merokok. Lamunan tersebut kemudian ditulis hingga akhirnya kopi dan rokok menjadi sumber inspirasi bagi Pram untuk meulis dan menghasilkan karya-karya yang begitu mengena dihati setiap pembacanya meski ia hidup dari penjara ke penjara dan dihukum sebagai tahanan politik tanpa proses pengadilan secara jelas.

Demikianlah sejarah di negara kita yang selalu berawal suka dan tidak suka kemudian berusaha disingkirkan. Parahnya masyarakat kita lebih banyak mendengar ketimbang membaca dan bertanya tentang sebuah informasi.
Cerita berlanjut pada kehidupan Pak Soes, kehidupan selama dirinya kuliah dan memperoleh gelar master perencanaan selama berada di Rusia. Inspirasi menulis Pak Soes semakin kencang  ketika dirinya ditinggalkan oleh istrinya saat studi di Rusia, hingga pada akhirnya Pak Soes meluapkan rasa kecewanya dengan berkeliling Eropa mencari sumber segala pengetahuan.
Beliau membagi cerita tentang beberapa judul buku yang sudah ditulis oleh Pram dan juga dirinya dan latar belakang cerita dari penulisan buku-buku tersebut.

Seperti kisah fiksi yang diangkat dari kisah hidup Pak Soes yang ia beri judul Anak Bungsu dan beberapa karya lainnya. Ada satu karya yang membuat kami begitu tertarik membacanya dan akhirnya kami beruntung bisa membelinya. Republik Jalan Ketiga, karya Pak Soes yang diangkat dari disertasinya selama kuliah di Rusia. Konsep membangun republik yang tidak condong ke kapitalis, liberalis, dan sosialis namun membangun republik dari kearifan lokal. Kearifan lokal yang menurut Pak Soes dalam sejarah Rusia mampu membuat tentara Napoleon Bonaporte dari Perancis berjumlah jutaan orang gugur saat menyerbu Rusia karena dihantam oleh musim dingin ekstrem di Siberia yang tidak pernah diperhitungkan oleh Napoleon sebelumnya dan justru menjadi senjata ampuh bagi tentara Rusia untuk menghancurkan pasukan Napoleon.
Berangkat dari kisah itulah, Pak Soes mencoba menuangkan gagasan nya tentang membangun Republik Indonesia berangkat dari kearifan lokal.

Seolah semua seperti tidak sengaja, buku Republik Jalan Ketiga tersisa tiga eksemplar seperti pas kami mendapat satu-satu dan itu buku terakhir sebelum nanti akan dicetak lagi. Rasanya seperti mendapat buku best seller di stok yang terakhir. Perbincangan dengan beliau begitu asyik hingga kami diajak makan soto di warung langganan beliau sambil diajak mengelilingi pusat kotra Blora. Soto Ayam Lamongan menjamu kami di Blora bersama Pak Soes.

Kami bertiga tak menyangka bisa makan bersama dengan Pak Soes yang semula hanya kami kenal dari channel youtube, salah satu acara di televisi swasta, buku, dan juga acara kampus. Sore itu benar-benar terjadi, kami makan soto bersama beliau sambil mendengar cerita beliau di masa muda dulu terutama masalah asmara yang tidak dapat dijelaskan di tulisan ini.

Bambang menggambar sketsa wajah Pak Soes setelah makan soto, yang kata beliau sketsa wajah buatan Bambang seperti hidup. Selepas meninggalkan warung soto, kami diajak mengelilingi pusat Kota Blora dan kemudian kembali pulang ke rumah Pak Soes. Pak Soes mencoba meminta kami untuk menginap tapi agenda lain di esok hari membuat kami terpaksa pamit untuk kembali pulang ke Nganjuk. Berat rasanya meninggalkan Pataba seakan kami ingin mendengar cerita Pak Soes lebih lama lagi. Pada akhirnya waktu membuat kami harus beranjak pulang seiring dengan datangnya mobil yang kami sewa dari aplikasi online untuk mengantar kami ke Cepu.

Kami terpaksa menyewa kendaraan karena selepas jam lima sore sudah tidak ada bus dari Blora ke Cepu.
Pak Soes melepas kami pergi seperti melepas cucunya pergi dan berharap jika ada kesempatan kami bisa main lagi kesana. Kami bertiga pulang dengan rasa bahagia, bangga, dan masih tidak menyangka bahwa obrolan liar di sore hari sebelumnya menjadi kenyataan. Kisah yang akan selalu jadi cerita bagi kami bertiga.

Meski di perjalanan pulang untuk pertama kalinya saya merasakan mabuk kendaraan yang luar biasa karena kecapekan tapi tetap saja tak bisa menutupi rasa senang bisa bertemu langsung Pak soes hari itu.
Lima jam pula kami kembali menempuh perjalan menggunakan bus menuju Nganjuk hanya kali ini kami memilih rute Cepu ke Ngawi lalu Ngawi ke Nganjuk yang ternyata relatif lebih dekat ketimbang kami harus melewati Bojonegoro saat kami berangkat menuju Blora.

Akhirnya pesan dari Pak Soes menutup tulisan ini, Kita Harus Berani, Soal Menang Atau Kalah Belakangan dan Kita Dapat Belajar Dari Pengalaman Agar Kita Dapat Berpikir. Seperti Pak Soes yang produktif berkarya dan menemukan cara bahagianya lewat memulung. Terimakasih Pak Soes.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Manajemen Pendidikan

MANAJEMEN PENDIDIKAN Bagus Rachmad Saputra Abstract This research aims to study the management of education in a comprehensive manner from the theory and practice include an understanding of the substance of the management of education ranging from : ( 1) Management Curriculum , ( 2) Management of Students , ( 3) Management of Teachers and Education , ( 4) Management Facility Education and Infrastructure , ( 5) Management of school and Community Relations , ( 6) Financial Management , ( 7) Office Management Education , and ( 8) Management Special Services as a source of reference in the management of schools to be more effective and efficient . Both this paper aims to provide scientific insights about the management of education or educational administration and educational management role in the management of the school as a micro unit in the national education system to support policy -based management school Keywords :

Cerita Tentang Taman Kota

                                                                      Ilustrasi/Pexels.com Di taman kota ini kita menghirup udara segar setiap pagi Tempat biasa kita meluangkan waktu berolahraga  Dari sekian wacana tentang gaya hidup sehat yang kita perbincangkan setiap hari Baru beberapa putaran, Engkau meminta untuk sejenak berhenti  Sejenak kita bertirahat di pinggir jalan taman  Dengan tubuh yang basah dengan peluh keringat  Sambil memandangi mereka yang masih berlari  dan burung merpati yang terbang kesana kemari  Rupanya hari ini, satu dari sekian wacana kita terpenuhi  Untung saja kota ini memiliki taman kota  Diantara laju pembangunan gedung-gedung tinggi yang pesat  Masih ada ruang bagi kita untuk sekedar berlari menikmati udara pagi  2018
PERAN KEPALA SEKOLAH DALAM MANAJEMEN KONFLIK Bagus Rachmad Saputra Mahasiswa Jurusan Administrasi Pendidikan Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang Jalan Semarang 5 Kota Malang Email: bagusrachmad47@gmail.com Abstrak: Peran Kepala Sekolah sebagai pemimpin di sekolah sebagai pengambil keputusan dalam pengelolaan sekolah akan dihadapkan pada kondisi dan masalah dimana Kepala Sekolah harus mengambil keputusan yang terbaik dalam rangka pengelolaan sekolah agar efektif dan efisien. Persaingan antar individu sebagai komponen yang ada di sekolah tidak dapat dihindari karena setiap individu memiliki motivasi untuk bekerja semaksimal mungkin dan menjadi yang terbaik dalam aktifitas pengelolaan sekolah. Persaingan yang terjadi dapat menimbulkan konflik yang harus disikapi secara bijak oleh Kepala Sekolah sebagai seorang pemimpin di sekolah. Konflik juga dapat disebabkan oleh apa yang diharapkan oleh semua elemen yang ada di sekolah tidak sesuai dengan kenyataan