Ilustrasi/Vivanews.com
Mengutip kata-kata Mas Wisnu Nugroho, Pemimpin Redaksi (Pemred) Kompas.com. Hidup ini dipenuhi dengan ketidakpastian yang justru itu mewarnai hidup itu sendiri. Dimana kita menjadi terus bergerak mencari apa yang kita mau meski kita tak tau apakah akan berhasil sesuai keinginan atau justru malah menemui kegagalan. Sungguh tidak pasti.
Seperti halnya kepergian bintang sepak bola dunia, Lionel Messi. Bagi penikmat bola akan sulit membayangkan klub sepak bola asal Spanyol, Barcelona. Musim ini tidak akan lagi diperkuat pemain ikonik mereka. Kontrak habis dan aturan keuangan yang diterapkan oleh federasi sepak bola setempat. Membuat romantisme Messi dan Barcelona yang berjalan hampor dua dekade, kini telah usai.
Tetesan air mata La Pulga (julukan Lionel Messi) seolah menggambarkan bagaimana beratnya meninggalkan klub yang sudah ia bela sejak masa kanak-kanak itu. Tapi waktu terus berjalan, kini Messi telah sepakat membela klub ‘Sultan’ asal Prancis, Paris Saint Germain (PSG) dan mengukir kisah barunya sebagai salah satu legenda sepak bola dunia. Semua kepastian tentunya akan terjawab pada waktunya, seperti kisah seorang maestro lapangan hijau bernama Messi. Bahwa yang datang, kelak juga akan pergi.
Situasi lain terjadi di Indonesia, perpanjangan masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) dari 9 Agustus hingga 16 Agustus. Menjadi perpanjangan kelima yang dilakukan oleh pemerintah tanpa kita tau seperti apa sebenarnya penanganan pandemi di negeri ini. Menggaungkan herd immunity, nyatanya masyarakat sulit sekali mengakases vaksin.
Program vaksinasi memang banyak dilakukan namun sistemnya sangat membingungkan. Bayangkan, satu jam dari pengumuman program vaksinasi. Pendaftaran sudah penuh, padahal program tersebut ditetapkan berjalan dua hari. Masyarakat diminta berlomba untuk ‘melek’ dengan gadget mereka karena pengumuman dilakukan tengah malam, jam opsional untuk beristirahat.
Makin kacau saat vaksin dijadikan syarat perjalanan atau megurus kepentingan administrasi. Ditambah dengan kelirunya identitas diri di sertifikat vaksin, hmm makin pelik. Belum isu suntik vaksin kosong yang dilakukan oleh oknum tenaga kesehatan dan juga Nomor Induk Kependudukan (NIK) yang digunakan sejumlah warga asing sehingga sang empunya tidak terdaftar dalam program vaksinasi. Semua belum tercounter dengan baik.
Semoga lekas tercapai program herd immunity tersebut, akan sangat baik apabila vaksinasi dilakukan door to door dengan melakukan edukasi kepada masyarakat. Bukan dengan treatment ancaman dan ancaman. Bahwasanya memang kerja belum selesai, jadi tidak perlu terburu-buru memanasi mesin dengan kata-kata bijak di baliho. Bukan saatnya dan bukan tempatnya.
Mari merayakan hari kemerdekaan dengan menumbuhkan sejumlah harapan. Terjadi atau tidak, setidaknya kita selalu berpikir positif semua akan kembali membaik dan tercapai. Mungkin belum sekarang, namun bisa jadi besok.
Mewarisi semangat perjuangan selama 76 tahun, tetap selalu optimis dan yakin akan tercapai meski semua serba tidak pasti.
Komentar
Posting Komentar