Tahun
2016 yang sebentar lagi akan berlalu, banyak peristiwa terjadi dalam kehidupan
saya. Sebagai manusia biasa tentunya saya juga berharap semua yang saya
inginkan tercapai namun belum semuanya tercapai. Banyak peristiwa yang tidak
sesuai dengan keinginan saya. Ada tiga kegagalan yang saya alami sepanjang
tahun 2016. Sebagai mahasiswa tentunya dengan semangat muda saya begitu senang
mengikuti kegiatan kemahasiswaan terutama dibidang kepenulisan. Pertama, saya
gagal menjadi yang terbaik pada lomba menulis karya ilmiah tingkat fakultas.
Karya yang sudah saya tulis ternyata belum mampu masuk tiga besar karya tulis
terbaik yang dilombakan. Awalnya sempat kecewa karena harapan saya waktu itu
karya saya bisa masuk tiga besar. Apalagi selama menyusun karya ilmiah tersebut
saya sering berburu sumber pustaka yang relevan dengan karya yang saya tulis.
Perpustakaan
kampus, pinjam buku teman, dan browsing materi saya lakukan agar tulisan baik
dan dipilih menjadi tiga besar karya ilmiah terbaik. Dari kekecewaan dan
kegagalan yang saya alami beruntung bagi saya masih mengenal juri dari lomba
menulis karya ilmiah tersebut. Saya tanyakan apa yang menjadi penyebab kenapa
tulisan saya tidak masuk tiga besar. Menurut juri yang juga senior saya dikampus
tulisan saya ini terlalu detail dan terlalu banyak merujuk sehingga lebih cocok
menjadi karya ilmiah yang biasanya dibukukan dalam bentuk prosiding-prosiding
seminar sedangkan tajuk dari lomba karya tulis ilmiah tersebut adalah opini
bukan artikel ilmiah.
Kegagalan
itulah yang akhirnya membuat saya belajar untuk selalu cermat dalam membaca
suatu informasi. Rasa terlalu pede juga membuat saya lupa bahwa dalam setiap
lomba aka nada peserta lain yang karya mereka mungkin jauh lebih baik dari
karya saya. Nilai positifnya ini adalah pengalaman pertama saya dalam mengikuti
lomba karya tulis melalui kegiatan ini saya akan terus belajar untuk
memperbaiki tulisan saya sehingga akan semakin lebih baik dan kalau saya
terlalu bangga dengan tulisan saya dengan prestasi yang dicapai mungkin
nantinya saya akan menjadi malas menulis.
Kedua,
kegagalan saya adalah gagal menjadi lima belas karya terbaik lomba menulis
cerita pendek (cerpen) tingkat universitas. Saya pertama kali menulis cerpen
adalah ketika membaca informasi tentang lomba cerpen yang diselenggarakan oleh
unit kegiatan mahasiswa penulis dimana lomba cerpen itu untuk mahasiswa tingkat
universitas namun peserta juga boleh dari universitas lain. Event yang menurut
saya prestius dalam mengasah kemampuan saya menulis dan ini adalah karya sastra
yang menurut saya mudah. Akhirnya saya menulis cerpen dengan memanfaatkan waktu
disela-sela kegiatan magang di sekolah. Saya begitu yakin bahwa karya saya ini
akan masuk lima belas besar dan akan dibukukan sehingga saya punya karya yang
dapat dibanggakan.
Ternyata
ketika pengumuman hasilnya belum beruntung. Karya saya belum termasuk dalam
lima belas karya terbaik yang dibukukan. Sempat saya berfikir bahwa menulis
bukan passion saya karena belum ada
karya saya yang lolos menjadi karya terbaik dalam event menulis. Saya beberapa
waktu sama sekali tidak menulis karena kegagalan tersebut karena keinginan saya
yang kuat agar karya saya bisa dibukukan. Tapi ya inilah kenyataan bahwa karya
saya belum sempurna lagi. Dibalik kekecewaan itulah inspirasi dan semangat
timbul saat saya ngopi bersama teman-teman dikantin. Teman-teman yang membaca
karya saya berkata bahwa karya saya bagus kalaupun tidak masuk lima belas besar
itu belum rezeki dan saya harus semakin giat belajar menulis. Kegagalan ini
membuat saya belajar untuk tidak mudah menyerah bahwa setiap hasil tidak akan
pernah mengingkari usaha mungkin karena usaha saya kurang sehingga belum masuk
dalam lima belas karya tulis terbaik.
Melihat
karya teman terpilih jadi yang terbaik sedikit membuat saya iri tapi saya ambil
nilai positifnya bahwa karya teman saya memang bagus daripada karya saya dan
saya harus termotivasi agar bisa seperti dia. Menikmati proses menjadi terbaik
memang butuh kesabaran sedangkan pemikiran saya semua bisa diraih secara cepat.
Ternyata menulis itu juga butuh proses agar tulisan itu menjadi baik. Dari
kegagalan ini saya belajar juga pentingnya arti kesabaran dalam menghadapi
sebuah proses.
Ketiga,
kegagalan saya lagi-lagi berkaitan dengan dunia kepenulisan. Saya gagal menjadi
yang terbaik dalam lomba menulis puisi memperingati hari kemerdekaan Indonesia
yang diselenggarakan oleh unit aktifitas mahasiswa menulis tingkat fakultas.
Padahal menurut saya dalam menulis, puisi adalah karya yang sering saya tulis.
Menurut saya puisi yang saya tulis juga sudah sesuai tema dan setiap bait-pait
puisi sesuai dengan rima dalam menulis puisi. Puisi yang saya tulis juga
terdapat makna-makna kritis dalam memperingati kemerdekaan. Sempat saya bingung
apa yang menjadi kriteria dalam menentukan puisi yang terbaik.
Kebingungan
yang lagi-lagi disertai rasa kecewa inilah yang membuat saya mencari sumber
informasi tentang format penilaian lomba puisi tersebut. Saya bertanya pada
rekan saya yang kebetulan juga aktif di unit aktifitas menulis mahasiswa
tersebut. Sedikit rasa kecewa yang berbaur dengan rasa kesal karena lagi-lagi
karya saya belum menjadi yang terbaik. Padahal usaha yang sudah saya lakukan
juga sudah maksimal bertanya pada dosen, teman di jurusan sastra, dan
senior-senior yang sering menulis dan tulisannya sering dimuat dimedia massa.
Ternyata menurut saya karya saya belum menjadi yang terbaik karena ada karya
lain yang lebih baik dari karya saya. Dari judul yang unik, gaya bahasa yang
ringan, dan estetika dalam menulis puisi menjadi pertimbangan juri dalam
menentukan puisi yang terbaik.
Setelah
tau awalnya saya sedikit kecewa namun saya
mengambil sisi positifnya yaitu pemahaman saya tentang puisi dan Bahasa
belum cukup. Kegagalan itulah yang membuat saya menemui senior-senior yang saya
anggap memiliki kemampuan dan pengalaman dibidang menulis terutama menulis
puisi. Senior-senior saya dikampus banyak memberi masukan dalam menulis puisi.
Walaupun kelihatannya mudah menulis puisi itu juga butuh kesabaran. Tidak bisa
sekali atau dua kali menulis jadi dilombakan dan juara karena semua butuh
proses. Proses menuangkan ide kedalam bentuk tulisan dan rima pada bait-bait
puisi juga perlu diperhatikan.
Dari
setiap kegagalan itulah saya belajar. Kegagalan membuat saya kecewa dan menganggap
apa yang telah saya perjuangkan sia-sia. Semua usaha dan doa seperti tiada
artinya ketika harus bertolak belakang dengan kegagalan yang saya alami. Setiap
peristiwa ada hikmahnya setiap kegagalan adalah proses yang harus saya lewati
sebelum mencapai tujuan yang hendak saya capai. Kecewa dan sedih mungkin akan
terjadi diawal merasakan kegagagalan namun dibalik kegagalan sesungguhnya saya
diminta untuk belajar sabar, tekun, dan tidak mudah menyerah. Menerima
kegagalan diawal memang sulit tapi semangat untuk terus berkarya mampu
memberikan semangat baru bagi saya untuk terus menulis tanpa harus
terbayang-bayang oleh kegagalan yang saya alami.
Tahun
2016 menyimpan banyak peristiwa bagi saya. Saya melewati setiap peristiwa
dengan penuh cerita. Cerita keberhasilan dan kegagalan menjadi jalan yang harus
saya tempuh. Menerima keberhasilan seketika saya dalam rasa suka cita dan
bahagia. bangga akan perjuangan yang harus saya lalui untuk mencapai
keberhasilan itu. Memberi kabar pada orangtua bahwa sebagai seorang anak saya
dapat sedikit membanggakan kedua orangtua. Keberhasilan juga menambah motivasi
saya untuk terus berkarya mulai mau menulis dengan mimpi melalui menulis orang
lain akan mengenal saya melalui tulisan saya yang mereka baca dan mereka juga
mengapresiasi akan apa yang sudah saya tulis.
Kegagalan
disaat itulah saya merasa down dan
perasaan sedih dan kecewa seketika berkecamuk didalam diri saya. Seakan
perjuangan saya seperti sia-sia dan tidak ada gunanya. Melihat orang lain
berhasil diri seakan iri pada mereka. Mungkin itulah sisi negative ketika saya
belum siap menerima kegagalan. Baru setelah merenung dan mencoba mengkoreksi
lagi apa yang menjadi penyebab kegagalan saya dengan kepala yang dingin saya
baru sadar bahwa dibalik kegagalan ada hikmah yaitu saya harus belajar. Belajar
untuk menerima kenyataan ketika harapan bertolak belakang dengan kenyataan.
Belajar untuk ikhlas menerima segala sesuatu hal yang terjadi didunia ini
karena telah diatur oleh yang maha pencipta. Belajar untuk senantiasa belajar
dari sebuah kesalahan agar saya senantiasa mau belajar mengkoreksi setiap
kegagalan yang saya alami.
Termasuk
ketika saya menulis cerita yang semua berangkat dari kegagalan saya sepanjang
tahun 2016 sebagai bekal saya menatap tahun baru 2017. Keberanian saya untuk
terus menulis juga karena motivasi dari kegagalan yang saya alami. Kegagalan
bukan berarti jalan saya untuk terus menulis berhenti. Tetapi saya harus terus
belajar dan belajar banyak membaca buku tentang kepenulisan agar tulisan saya
semakin baik dan melalui kegagalan yang saya alami saya terus menulis sampai
sekarang meski untuk saat ini saya hanyalah orang yang belajar menulis bukan penulis
yang karya-karyanya telah terkenal. Kegagalan itulah yang membuat saya terus
berkarya.
Tulisan
ini saya berharap bisa bertukar informasi dengan penulis lain dan juga pembaca
dalam menyikapi setiap kegagalan yang terjadi. Hidup akan selalu dinamis keberhasilan
dan kegagalan akan selalu berputar begitu cepat. Agar dalam setiap menyikapi
kegagalan dapat selalu bijak dalam menerimanya. Kegagalan sebuah proses
pembelajaran agar saya dan pembaca untuk belajar dari kegagalan. Kegagalan
ibarat “guru” kita yang mengajarkan kita untuk terus berbenah dan belajar. Dari
kegagalan itu pulalah yang membuat kita untuk tidak mudah menyerah dan terus
selalu berbenah agar kita memperoleh hasil yang positif. Kegagalan inilah yang
membuat kita belajar bersyukur menerima apapun pemberian yang maha kuasa
berikan kepada kita. Semoga kita semua optimis menatap tahun 2017 dengan
semangat baru dalam berkarya.
Komentar
Posting Komentar