Feminimisme: Menjadi Wanita Merdeka?
Bagus
Rachmad Saputra
Sampai dengan hari ini
seringkali kita berdiskusi tentang persamaan hak kaum perempuan dengan kaum laki-laki atau
yang sering kita kenal dengan kesetaraan gender. Perjuangan seorang wanita memperoleh
hak yang sama dalam bidang ekonomi, sosial, budaya, dan politik dimana kaum
wanita memiliki peranan yang sama dengan kaum laki-laki. Tidak lagi wanita
dianggap lebih rendah derajatnya dari seorang laki-laki karena sesungguhnya
kaum perempuan juga punya hak untuk berkarya seperti kaum laki-laki dan sampai
dengan saat ini budaya feodal di masyarakat tentang hak dan derajat kaum wanita
lebih rendah dari kaum laki-laki masih ada. Kaum wanita yang memperjuangkan hak
sebagai wanita yang sama dengan kaum laki-laki dapat dikatakan sebagai
perempuan “merdeka”. Merdeka dalam bekerja dan berkarya.
Mengutip pendapat Bagus Pramono (2017), masalah yang terus-menerus tentang emansipasi sebenarnya bukan
karena laki-laki menjadikan wanita sebagai obyek melainkan karena perempuan
sendiri yang berlaku demikian. Selalu berteriak akan persamaan hak. Dalam
parlemen di Indonesia ada sekelompok pejuang perempuan yang meminta quota 30%
dalam keanggotaan legislative, minta daftar nama perempuan di taruh di barisan
atas dalam pemilihan. Bahkan iklan tentang ini banyak diekspos di televisi. Ini
justru sangat bertentangan dengan perjuangan feminisme. Sebab kalau meminta
quota artinya kaum perempuan ini yakin tidak mampu bersaing secara normal/fair
dengan laki-laki dalam dunia politik sehingga perlu quota. Apabila para aktifis
perempuan ini yakin betul bahwa kaum perempuan memiliki kemampuan yang sejajar
dengan laki-laki mengapa tidak bersaing secara fair saja. Iklan tersebut
menggambarkan unsur pemaksaan dan mengarah kepada sifat KKN. Sehingga kemudian
kita mendapati bahwa iklan tersebut merupakan sebuah ironisme dari perjuangan
perempuan yang selama ini digembar-gemborkan.
Jika dilihat kesetaraan
gender dalam bidang politik di Indonesia dapat dikatakan baik dimana dapat kita
lihat banyak tokoh perempuan yang memimpin suatu daerah dan mereka benar-benar
bekerja dengan baik seperti Tri Rismaharini walikota Surabaya yang mampu
membangun Surabaya menjadi kota metropolitan yang bersih, nyaman, dan rapi
padahal sebelumnya ibukota provinsi jawa timur itu terkenal sebagai kota yang
kumuh. Peran wanita lain adalah Menteri Keuangan Sri Mulyani, Menteri BUMN Rini
Sumarno, Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti mereka adalah segelintir contoh
bahwa di permukaan kesetaraan gender di Indonesia terlihat sudah baik dan
mereka bekerja dengan tanggungjawab yang besar sama seperti kaum laki-laki.
Sedangkan kita menengok ke bawah masih banyak perempuan-perempuan desa yang
masih dalam usia remaja harus mengubur cita-cita mereka karena harus menikah
dini dengan perjodohan yang dilakukan oleh orangtua mereka. Akhirnya mereka
menjadi ibu muda yang menggantungkan pengharapan pada suami mereka dan
terkadang dengan pernikahan dini masih rentan dengan konflik yang akhirnya
perempuan menjadi korban dengan menjadi janda di usia muda.
Gerakan feminisme
merupakan sebuah intropeksi bagi kita tentang persamaan hak kaum perempuan dan
laki-laki. Persamaan hak adalah bagaimana bisa saling berkolaborasi antara kaum
perempuan dengan kaum laki-laki sebagai “mitra” namun propaganda persamaan hak
masih saja di propaganda dengan kata “musuh” sehingga gerakan feminism nampak
begitu massif. Kita tidak bisa melepaskan bahwa manusia lahir secara
berpasang-pasangan dari sisi religius bahwa perempuan adalah tulang rusuk
wanita dan laki-laki adalah pelindung maka secara spiritual fungsi adanya kaum
perempuan dan kaum laki-laki saling melengkapi.
Referensi:
Pramono, Bagus. 2012. Feminisme. (online). E-artikel. Diakses 21 November 2017
Komentar
Posting Komentar