Kekuatan Tagar Yang Sangar
Fenomena tanda pagar (# ) yang dikenal istilah tagar atau hastag begitu massif akhir-akhir ini. Tanda yang digunakan untuk menarik perhatian masyarakat melalui media sosial seperti twitter dan Instagram.
Seakan menjadi senjata untuk meraih perhatian dan simpati masyarakat dan dianggap efektif dengan istilah viral.
Salah satu contoh hastag atau tagar yang sempat viral di masyarakat adalah tagar #2019GantiPresiden.
Dimanfaatkan oleh elit politik untuk mempropaganda masyarakat menjelang tahun politik. Dimana dalam tagar tersebut banyak postingan yang berisi ketidakpuasan terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Semakin panas setelah muncul tagar tandingan yang digagas oleh pendukung Presiden Jokowi melalui tagar #DiaSibukBekerja atau #2019DuaPeriode. Seolah menggiring opini masyarakat bahwa kinerja pemerintahan Presiden Jokowi cukup baik.
Juga agar masyarakat tidak terpengaruh dengan opini ketidakpuasan kinerja presiden dan penggiringan pada kelompok politik tertentu.
Kelompok yang menjadi pesaing presiden Jokowi di pemilihan presiden 2019 mendatang. Kemungkinan oerang tagar juga akan semakin besar menjelang masa kampanye pemilihan nanti.
Tagar yang lebih menghibur juga ada,seperti tagar #ViaVallen yang sempat viral di media sosial. Setelah penyanyi dangdut Via Vallen sukses membawakan lagu dangdut “Sayang” dengan versi zaman now di salah satu acara ulang tahun stasiun televisi swasta nasional.
Berkat tagar tersebut banyak masyarakat yang menonton video penampilan pedangdut asal Sidoarjo, Jawa Timur tersebut di media sosial. Belum lagi tagar lain yang sering kit abaca di akun twitter atau ig seperti akun komunitas, bisnis, dan informasi.
Strategi tagar sebagai media untuk memviralkan sebuah informasi.
Tapi, tidak selamanya tagar berkonten positif bahkan ada tagar yang menggiring pada ujaran kebencian dan rawan menyulut konflik di masyarakat.
Tagar seperti itu sering penulis baca di akun-akun suporter sepakbola nasional yang memiliki rivalitas antar suporter.
Sebenarnya awalnya tagar digunakan untuk mempermudah pencarian tentang konten dan informasi yang sedang ngetren.
Seiring dengan perkembangan media sosial yang cukup pesat akhirnya berdampak pada pemanfaatan tagar itu sendiri. Mengingat intensitas masyarakat yang berselancar di media sosial semakin masif.
Dikutip dari laman Beritagar.Id yang diakses 6 Juni 2018, dalam Bahasa Inggris, kata majemuk hastag adalah suatu label berupa suatu kata yang diberi awalan tanda pagar (hash sign: number sign) dalam pesan pada layanan mikroblog.
Padahal dalam istilah Bahasa Indonesia istilah Tagar yang biasa kita gunakan belum ada entrinya dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI).
Merujuk pada KBBI V, tagar memiliki makna guruh (bunyi) atau guntur. Terlepas dari etimologis bahasa, faktanya fenomena tagar menjadi sesuatu hal yang jamak di masyarakat.
Pemanfaatan tagar di media sosial kembali pada masing-masing individu dalam memanfaatkan pencarian konten atau informasi melalui tagar sesuai dengan era “kekinian”.
Finna Nurdicahya Artikasari S.Sos, mengatakan peran dan motivasi individu dalam pemanfaatan tagar memang sangat berpengaruh di masyarakat di era teknologi yang sangat maju.
Akses untuk mempermudah postingan orang dengan maksud agar orang tertarik dan dilihat banyak orang menjadi salah satu pemanfaatan tagar.
“Pemanfaatan tagar ada juga yang bertujuan untuk kepentingan tertentu. Misalnya peristiwa bom di Surabaya beberapa waktu lalu, sempat viral beberapa tagar seperti #SaveSurabaya atau #KamiTidakTakut yang sengaja diposting dan diviralkan untuk menggiring masyarakat agar tidak takut pada aksi terror. Walaupun perristiwa itu terjadi di Surabaya, seluruh masyarakat Indonesia seakan juga merasakan peristiwa tersebut dan berempati kepada mereka yang menjadi korban. Demikianlah pegaruh tagar di media sosial saat ini.,” urai wanita yang akrab disapa Finna ini.
Kembali lagi kepada masyarakat untuk selalu bijak dalam mengunggah konten atau informasi di media sosial melalui tagar agar viral di masyarakat luas. Namun, tentunya postingan yang mendidik dan bernilai positif dan bukan justru menyebar kebencian di masyarakat.
Akses kemudahan teknologi juga harus disikapi dengan bijak agar membawa kebermanfaatan bagi masyarakat luas.
Komentar
Posting Komentar